TEORI MOTIVASI
Motivasi merupakan satu penggerak
dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan.
Motivasi juga bisa dikatakan sebagai rencana atau keinginan untuk menuju
kesuksesan dan menghindari kegagalan hidup. Dengan kata lain motivasi adalah
sebuah proses untuk tercapainya suatu tujuan. Seseorang yang mempunyai motivasi
berarti ia telah mempunyai kekuatan untuk memperoleh kesuksesan dalam
kehidupan.Motivasi dapat berupa motivasi intrinsic dan ekstrinsic.
Motivasi yang bersifat intinsik
adalah manakala sifat pekerjaan itu sendiri yang membuat seorang termotivasi,
orang tersebut mendapat kepuasan dengan melakukan pekerjaan tersebut bukan
karena rangsangan lain seperti status ataupun uang atau bisa juga dikatakan
seorang melakukan hobbynya. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah manakala
elemen elemen diluar pekerjaan yang melekat di pekerjaan tersebut menjadi
faktor utama yang membuat seorang termotivasi seperti status ataupun kompensasi.
Banyak teori motivasi yang
dikemukakan oleh para ahli yang dimaksudkan untuk memberikan uraian yang menuju
pada apa sebenarnya manusia dan manusia akan dapat menjadi seperti apa. Landy
dan Becker membuat pengelompokan pendekatan teori motivasi ini menjadi 5
kategori yaitu teori kebutuhan,teori penguatan,teori keadilan,teori
harapan,teori penetapan sasaran.
1. Teori
Kebutuhan Hirarki (Hierarchy of Needs) –
Abraham Maslow (1943-1970)
Abraham Maslow (1943;1970)
mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia
menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid, orang memulai dorongan
dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan
Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif
psikologis yang lebih kompleks; yang hanya akan penting setelah kebutuhan dasar
terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus terpenuhi sebagian
sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang
penting.
a. Kebutuhan
fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya)
b. Kebutuhan
rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya)
c. Kebutuhan
akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang lain, diterima,
memiliki)
d. Kebutuhan
akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta pengakuan)
e. Kebutuhan
aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan menjelajahi;
kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan, dan keindahan; kebutuhan
aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya)
Bila makanan dan rasa aman sulit diperoleh,
pemenuhan kebutuhan tersebut akan mendominasi tindakan seseorang dan
motif-motif yang lebih tinggi akan menjadi kurang signifikan. Orang hanya akan
mempunyai waktu dan energi untuk menekuni minat estetika dan intelektual, jika
kebutuhan dasarnya sudah dapat dipenuhi dengan mudah. Karya seni dan karya
ilmiah tidak akan tumbuh subur dalam masyarakat yang anggotanya masih harus
bersusah payah mencari makan, perlindungan, dan rasa aman.
2. Teori
ERG Clayton Alderfer
Clayton Alderfer mengetengahkan
teori motivasi ERG yang didasarkan pada kebutuhan manusia akan keberadaan
(exsistence), hubungan (relatedness), dan pertumbuhan (growth). Teori ini
sedikit berbeda dengan teori maslow. Disini Alfeder mngemukakan bahwa jika
kebutuhan yang lebih tinggi tidak atau belum dapat dipenuhi maka manusia akan
kembali pada gerakk yang fleksibel dari pemenuhan kebutuhan dari waktu kewaktu
dan dari situasi ke situasi.
3. Teori
Kebutuhan Untuk Maju (Need for Achievement) - Mc.Clelland (1961)
Yang dikemukakan oleh Mc Clelland
(1961), menyatakan bahwa ada tiga hal penting yang menjadi kebutuhan manusia,
yaitu:
a. Need
for achievement (kebutuhan akan prestasi)
b. Need
for afiliation (kebutuhan akan hubungan sosial/hampir sama dengan
soscialneed-nya Maslow)
c. Need
for Power (dorongan untuk mengatur)
4. Teori
2 Faktor (Two Factor of Motivation) – Frederick Hezberg (1966)
Menurut Herzberg (1966), ada dua
jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan
menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu disebutnya faktorhigiene
(faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik). Faktor higiene
memo tivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk didalamnya
adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya
(faktor ekstrinsik), sedangkan faktor motivator memotivasi seseorang untuk
berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk didalamnya adalah achievement,
pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dsb (faktor intrinsik).
HUBUNGAN
TEORI MOTIVASI ABRAHAM MASLOW DENGAN KASUS DALAM KEBIDANAN
Menurut
Abraham Maslow, kebutuhan dasar manusia adalah suatu kebutuhan manusia yang
paling dasar/pokok/utama yang apabila tidak terpenuhi akan terjadi
ketidakseimbangan di dalam diri manusia. Kebutuhan dasar manusia terdiri dari:
kebutuhan fisiologis (tingkatan yang paling rendah/dasar), kebutuhan rasa aman
dan perlindungan, kebutuhan akan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri,
dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Kebutuhan fisiologis diantaranya seperti:
kebutuhan akan oksigen, cairan (minuman), nutrisi (makanan), keseimbangan suhu
tubuh, eliminasi, tempat tinggal, personal hygiene, istirahat dan tidur, serta
kebutuhan seksual.
Kebutuhan
fisiologis ibu bersalin merupakan suatu kebutuhan dasar pada ibu bersalin yang
harus dipenuhi agar proses persalinan dapat berjalan dengan lancar dan
fisiologis. Kebutuhan dasar ibu bersalin yang harus diperhatikan bidan untuk
dipenuhi yaitu: kebutuhan oksigen, cairan dan nutrisi, eliminasi, hygiene
(kebersihan personal), istirahat, posisi dan ambulasi, pengurangan
rasa nyeri, penjahitan perineum (jika diperlukan), serta kebutuhan akan
pertolongan persalinan yang terstandar. Pemenuhan kebutuhan dasar ini
berbeda-beda, tergantung pada tahapan persalinan, kala I, II, III atau IV.
1. Kebutuhan
Oksigen
Pemenuhan kebutuhan oksigen selama
proses persalinan perlu diperhatikan oleh bidan, terutama pada kala I dan kala
II, dimana oksigen yang ibu hirup sangat penting artinya untuk oksigenasi janin
melalui plasenta. Suply oksigen yang tidak adekuat, dapat menghambat kemajuan
persalinan dan dapat mengganggu kesejahteraan janin. Oksigen yang adekuat dapat
diupayakan dengan pengaturan sirkulasi udara yang baik selama persalinan.
Ventilasi udara perlu diperhatikan, apabila ruangan tertutup karena menggunakan
AC, maka pastikan bahwa dalam ruangan tersebut tidak terdapat banyak orang.
Hindari menggunakan pakaian yang ketat, sebaiknya penopang payudara/BH dapat
dilepas/ dikurangi kekencangannya. Indikasi pemenuhan kebutuhan oksigen adekuat
adalah Denyut Jantung Janin (DJJ) baik dan stabil.
2. Kebutuhan
Cairan dan Nutrisi
Kebutuhan cairan dan nutrisi (makan
dan minum) merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi dengan baik oleh ibu selama
proses persalinan. Pastikan bahwa pada setiap tahapan persalinan (kala I, II,
III, maupun IV), ibu mendapatkan asupan makan dan minum yang cukup. Asupan
makanan yang cukup (makanan utama maupun makanan ringan), merupakan sumber dari
glukosa darah. Glukosa darah merupakan sumber utama energi untuk sel-sel tubuh.
Kadar gula darah yang rendah akan mengakibatkan hipoglikemia. Sedangkan asupan
cairan yang kurang, akan mengakibatkan dehidrasi pada ibu bersalin.
Pada ibu
bersalin, hipoglikemia dapat mengakibatkan komplikasi persalinan baik ibu
maupun janin. Pada ibu, akan mempengaruhi kontraksi/his, sehingga akan
menghambat kemajuan persalinan dan meningkatkan insiden persalinan dengan
tindakan, serta dapat meningkatkan risiko perdarahan postpartum. Pada janin,
akan mempengaruhi kesejahteraan janin, sehingga dapat mengakibatkan komplikasi
persalinan seperti asfiksia.
Dehidrasi pada
ibu bersalin dapat mengakibatkan melambatnya kontraksi/his, dan mengakibatkan
kontraksi menjadi tidak teratur. Ibu yang mengalami dehidrasi dapat diamati
dari bibir yang kering, peningkatan suhu tubuh, dan eliminasi yang sedikit.
Dalam memberikan
asuhan, bidan dapat dibantu oleh anggota keluarga yang mendampingi ibu. Selama
kala I, anjurkan ibu untuk cukup makan dan minum, untuk mendukung kemajuan
persalinan. Pada kala II, ibu bersalin mudah sekali mengalami dehidrasi, karena
terjadi peningkatan suhu tubuh dan terjadinya kelelahan karena proses mengejan.
Untuk itu disela-sela kontraksi, pastikan ibu mencukupi kebutuhan cairannya
(minum). Pada kala III dan IV, setelah ibu berjuang melahirkan bayi, maka bidan
juga harus memastikan bahwa ibu mencukupi kebutuhan nutrisi dan cairannya,
untuk mencegah hilangnya energi setelah mengeluarkan banyak tenaga selama
kelahiran bayi (pada kala II).
3. Kebutuhan Eliminas
Pemenuhan kebutuhan eliminai
selama persalinan perlu difasilitasi oleh bidan, untuk membantu
kemajuan persalinan dan meningkatkan kenyamanan pasien. Anjurkan ibu untuk
berkemih secara spontan sesering mungkin atau minimal setiap 2 jam sekali
selama persalinan. Kandung kemih yang penuh, dapat mengakibatkan:
a. Menghambat
proses penurunan bagian terendah janin ke dalam rongga panggul, terutama
apabila berada di atas spina isciadika
b. Menurunkan
efisiensi kontraksi uterus/his
c. Mengingkatkan
rasa tidak nyaman yang tidak dikenali ibu karena bersama dengan munculnya
kontraksi uterus
d. Meneteskan urin selama kontraksi yang
kuat pada kala II
e. Memperlambat kelahiran plasenta
f. Mencetuskan perdarahan
pasca persalinan, karena kandung kemih yang penuh
menghambat kontraksi uterus.
Apabila masih memungkinkan, anjurkan ibu untuk
berkemih di kamar mandi, namun apabila sudah tidak memungkinkan, bidan dapat
membantu ibu untuk berkemih dengan wadah penampung urin. Bidan tidak dianjurkan
untuk melakukan kateterisasi kandung kemih secara rutin sebelum ataupun setelah
kelahiran bayi dan placenta. Kateterisasi kandung kemih hanya dilakukan apabila
terjadi retensi urin, dan ibu tidak mampu untuk berkemih secara mandiri.
Kateterisasi akan meningkatkan resiko infeksi dan trauma atau perlukaan pada
saluran kemih ibu.
Sebelum memasuki proses persalinan, sebaiknya pastikan
bahwa ibu sudah BAB. Rektum yang penuh dapat mengganggu dalam proses kelahiran
janin. Namun apabila pada kala I fase aktif ibu mengatakan ingin BAB, bidan
harus memastikan kemungkinan adanya tanda dan gejala kala II. Apabila
diperlukan sesuai indikasi, dapat dilakukan lavement pada saat ibu masih berada
pada kala I fase latent.
4. Kebutuhan Hygiene
(Kebersihan Personal)
Kebutuhan hygiene (kebersihan) ibu
bersalin perlu diperhatikan bidan dalam memberikan asuhan pada ibu bersalin,
karena personal hygiene yang baik dapat membuat ibu merasa aman dan relax,
mengurangi kelelahan, mencegah infeksi, mencegah gangguan sirkulasi darah,
mempertahankan integritas pada jaringan dan memelihara kesejahteraan fisik dan
psikis.
Tindakan
personal hygiene pada ibu bersalin yang dapat dilakukan bidan diantaranya:
membersihkan daerah genetalia (vulva-vagina, anus), dan memfasilitasi ibu untuk
menjaga kebersihan badan dengan mandi.
Mandi pada saat
persalinan tidak dilarang. Pada sebagian budaya, mandi sebelum proses kelahiran
bayi merupakan suatu hal yang harus dilakukan untuk mensucikan badan, karena
proses kelahiran bayi merupakan suatu proses yang suci dan mengandung makna
spiritual yang dalam. Secara ilmiah, selain dapat membersihkan seluruh bagian
tubuh, mandi juga dapat meningkatkan sirkulasi darah, sehingga meningkatkan
kenyamanan pada ibu, dan dapat mengurangi rasa sakit. Selama proses persalinan
apabila memungkinkan ibu dapat diijinkan mandi di kamar mandi dengan pengawasan
dari bidan.
Pada kala I fase
aktif, dimana terjadi peningkatan bloodyshow dan ibu sudah tidak
mampu untuk mobilisasi, maka bidan harus membantu ibu untuk menjaga kebersihan
genetalianya untuk menghindari terjadinya infeksi intrapartum dan untuk
meningkatkan kenyamanan ibu bersalin. Membersihkan daerah genetalia dapat
dilakukan dengan melakukan vulva hygiene menggunakan kapas bersih yang telah
dibasahi dengan air Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT), hindari penggunaan air
yang bercampur antiseptik maupun lissol. Bersihkan dari atas (vestibulum), ke
bawah (arah anus). Tindakan ini dilakukan apabila diperlukan, misal setelah ibu
BAK, setelah ibu BAB, maupun setelah ketuban pecah spontan.
Pada kala II dan
kala III, untuk membantu menjaga kebersihan diri ibu bersalin, maka ibu dapat
diberikan alas bersalin (under pad) yang dapat menyerap cairan tubuh (lendir
darah, darah, air ketuban) dengan baik. Apabila saat mengejan diikuti dengan
faeses, maka bidan harus segera membersihkannya, dan meletakkannya di wadah
yang seharusnya. Sebaiknya hindari menutupi bagian tinja dengan tisyu atau
kapas ataupun melipat undarpad.
Pada kala IV
setelah janin dan placenta dilahirkan, selama 2 jam observasi, maka pastikan
keadaan ibu sudah bersih. Ibu dapat dimandikan atau dibersihkan di atas tempat
tidur. Pastikan bahwa ibu sudah mengenakan pakaian bersih dan penampung darah
(pembalut bersalin, underpad) dengan baik. Hindari menggunakan pot kala, karena
hal ini mengakibatkan ketidaknyamanan pada ibu bersalin. Untuk memudahkan bidan
dalam melakukan observasi, maka celana dalam sebaiknya tidak digunakan terlebih
dahulu, pembalut ataupun underpad dapat dilipat disela-sela paha.
5. Kebutuhan
Istirahat
Selama proses persalinan
berlangsung, kebutuhan istirahat pada ibu bersalin tetap harus dipenuhi.
Istirahat selama proses persalinan (kala I, II, III maupun IV) yang dimaksud
adalah bidan memberikan kesempatan pada ibu untuk mencoba relax tanpa adanya
tekanan emosional dan fisik. Hal ini dilakukan selama tidak ada his
(disela-sela his). Ibu bisa berhenti sejenak untuk melepas rasa sakit akibat
his, makan atau minum, atau melakukan hal menyenangkan yang lain untuk melepas
lelah, atau apabila memungkinkan ibu dapat tidur. Namun pada kala II, sebaiknya
ibu diusahakan untuk tidak mengantuk.
Setelah proses
persalinan selesai (pada kala IV), sambil melakukan observasi, bidan dapat
mengizinkan ibu untuk tidur apabila sangat kelelahan. Namun sebagai bidan,
memotivasi ibu untuk memberikan ASI dini harus tetap dilakukan. Istirahat yang
cukup setelah proses persalinan dapat membantu ibu untuk memulihkan fungsi
alat-alat reproduksi dan meminimalisasi trauma pada saat persalinan.
6. Posisi
dan Ambulasi
Posisi persalinan yang akan dibahas
adalah posisi persalinan pada kala I dan posisi meneran pada kala II. Ambulasi
yang dimaksud adalah mobilisasi ibu yang dilakukan pada kala I.
Persalinan
merupakan suatu peristiwa fisiologis tanpa disadari dan terus
berlangsung/progresif. Bidan dapat membantu ibu agar tetap tenang dan rileks,
maka bidan sebaiknya tidak mengatur posisi persalinan dan posisi meneran ibu.
Bidan harus memfasilitasi ibu dalam memilih sendiri posisi persalinan dan
posisi meneran, serta menjelaskan alternatif-alternatif posisi persalinan dan
posisi meneran bila posisi yang dipilih ibu tidak efektif.
Bidan harus
memahami posisi-posisi melahirkan, bertujuan untuk menjaga agar proses
kelahiran bayi dapat berjalan senormal mungkin. Dengan memahami posisi
persalinan yang tepat, maka diharapkan dapat menghindari intervensi yang tidak
perlu, sehingga meningkatkan persalinan normal. Semakin normal proses
kelahiran, semakin aman kelahiran bayi itu sendiri.
Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam menentukan posisi melahirkan :
a. Klien/ibu
bebas memilih, hal ini dapat meningkatkan kepuasan, menimbulkan perasaan
sejahtera secara emosional, dan ibu dapat mengendalikan persalinannya secara
alamiah.
b. Peran
bidan adalah membantu/memfasilitasi ibu agar merasa nyaman.
c. Secara
umum, pilihan posisi melahirkan secara alami/naluri bukanlah posisi berbaring.
d. Sejarah:
posisi berbaring diciptakan agar penolong lebih nyaman dalam bekerja. Sedangkan
posisi tegak, merupakan cara yang umum digunakan dari sejarah penciptaan
manusia sampai abad ke-18.
Pada awal persalinan, sambil menunggu pembukaan
lengkap, ibu masih diperbolehkan untuk melakukan mobilisasi/aktivitas. Hal ini
tentunya disesuaikan dengan kesanggupan ibu. Mobilisasi yang tepat dapat membantu
dalam meningkatkan kemajuan persalinan, dapat juga mengurangi rasa jenuh dan
kecemasan yang dihadapi ibu menjelang kelahiran janin.
Pada kala I, posisi persalinan dimaksudkan untuk
membantu mengurangi rasa sakit akibat his dan membantu dalam meningkatkan
kemajuan persalinan (penipisan cerviks, pembukaan cerviks dan penurunan bagian
terendah). Ibu dapat mencoba berbagai posisi yang nyaman dan aman. Peran
suami/anggota keluarga sangat bermakna, karena perubahan posisi yang aman dan
nyaman selama persalinan dan kelahiran tidak bisa dilkukan sendiri olah bidan.
Pada kala I ini, ibu diperbolehkan untuk berjalan, berdiri, posisi berdansa,
duduk, berbaring miring ataupun merangkak. Hindari posisi jongkok, ataupun
dorsal recumbent maupun lithotomi, hal ini akan merangsang kekuatan meneran.
Posisi terlentang selama persalinan (kala I dan II) juga sebaiknya dihindari,
sebab saat ibu berbaring telentang maka berat uterus, janin, cairan ketuban,
dan placenta akan menekan vena cava inferior. Penekanan ini akan menyebabkan
turunnya suply oksigen utero-placenta. Hal ini akan menyebabkan hipoksia.
Posisi telentang juga dapat menghambat lemajuan persalinan.
Macam-macam posisi meneran diantaranya :
1) Duduk
atau setengah duduk, posisi ini memudahkan bidan dalam membantu kelahiran
kepala janin dan memperhatikan keadaan perineum.
2) Merangkak,
posisi merangkak sangat cocok untuk persalinan dengan rasa sakit pada punggung,
mempermudah janin dalam melakukan rotasi serta peregangan pada perineum
berkurang.
3) Jongkok
atau berdiri, posisi jongkok atau berdiri memudahkan penurunan kepala janin,
memperluas panggul sebesar 28% lebih besar pada pintu bawah panggul, dan
memperkuat dorongan meneran. Namun posisi ini beresiko memperbesar terjadinya
laserasi (perlukaan) jalan lahir.
4) Berbaring
miring, posisi berbaring miring dapat mengurangi penekanan pada vena cava
inverior, sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya hipoksia janin
karena suply oksigen tidak terganggu, dapat memberi suasana rileks bagi ibu
yang mengalami kecapekan, dan dapat mencegah terjadinya robekan jalan lahir.
5) Hindari
posisi telentang (dorsal recumbent), posisi ini dapat mengakibatkan : hipotensi
(beresiko terjadinya syok dan berkurangnya suply oksigen dalam sirkulasi
uteroplacenter, sehingga mengakibatkan hipoksia bagi janin), rasa nyeri yang
bertambah, kemajuan persalinan bertambah lama, ibu mangalami gangguan untuk
bernafas, buang air kecil terganggu, mobilisasi ibu kurang bebas, ibu kurang
semangat, dan dapat mengakibatkan kerusakan pada syaraf kaki dan punggung.
7. Pengurangan
Rasa Nyeri
Nyeri persalinan merupakan
pengalaman subjektif tentang sensasi fisik yang terkait dengan kontraksi
uterus, dilatasi dan penipisan serviks, serta penurunan janin selama
persalinan. Respon fisiologis terhadap nyeri meliputi: peningkatan tekanan
darah, denyut nadi, pernafasan, keringat, diameter pupil, dan ketegangan otot.
Rasa nyeri ini apabila tidak diatasi dengan tepat, dapat meningkatkan rasa
khawatir, tegang, takut dan stres, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya
persalinan lama
Rasa nyeri
selama persalinan akan berbeda antara satu dengan lainnya. Banyak faktor yang
mempengaruhi persepsi rasa nyeri, diantaranya: jumlah kelahiran sebelumnya
(pengalaman persalinan), budaya melahirkan, emosi, dukungan keluarga, persiapan
persalinan, posisi saat melahirkan, presentasi janin, tingkat beta-endorphin,
kontraksi rahim yang intens selama persalinan dan ambang nyeri alami. Beberapa
ibu melaporkan sensasi nyeri sebagai sesuatu yang menyakitkan. Meskipun tingkat
nyeri bervariasi bagi setiap ibu bersalin, diperlukan teknik yang dapat membuat
ibu merasa nyaman saat melahirkan.
Tubuh memiliki
metode mengontrol rasa nyeri persalinan dalam bentuk beta-endorphin. Sebagai
opiat alami, beta-endorphin memiliki sifat mirip petidin, morfin dan heroin
serta telah terbukti bekerja pada reseptor yang sama di otak. Seperti
oksitosin, beta-endorphin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis dan kadarnya
tinggi saat berhubungan seks, kehamilan dan kelahiran serta menyusui. Hormon
ini dapat menimbulkan perasaan senang dan euphoria pada saat melahirkan.
Berbagai cara menghilangkan nyeri diantaranya: teknik self-help,
hidroterapi, pemberian entonox (gas dan udara) melalui masker, stimulasi
menggunakan TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation), pemberian
analgesik sistemik atau regional.
Menurut Peny
Simpkin, beberapa cara untuk mengurangi nyeri persalinan adalah: mengurangi
rasa sakit dari sumbernya, memberikan rangsangan alternatif yang kuat, serta
mengurangi reaksi mental/emosional yang negatif dan reaksi fisik ibu terhadap
rasa sakit. Adapun pendekatan-pendekatan yang dilakukan bidan untuk mengurangi
rasa sakit pada persalinan menurut Hellen Varney adalah: pendamping persalinan,
pengaturan posisi, relaksasi dan latihan pernafasan, istirahat dan privasi,
penjelasan tentang kemajuan persalinan, asuhan diri, dan sentuhan.
Bidan dapat
membantu ibu bersalin dalam mengurangi nyeri persalinan dengan
teknik self-help. Teknik ini merupakan teknik pengurangan nyeri persalinan
yang dapat dilakukan sendiri oleh ibu bersalin, melalui pernafasan dan
relaksasi maupun stimulasi yang dilakukan oleh bidan.
Teknik self-help dapat dimulai sebelum ibu memasuki tahapan
persalinan, yaitu dimulai dengan mempelajari tentang proses persalinan,
dilanjutkan dengan mempelajari cara bersantai dan tetap tenang, dan mempelajari
cara menarik nafas dalam.
Stimulasi yang
dapat dilakukan oleh bidan dalam mengurangi nyeri persalinan dapat berupa
kontak fisik maupun pijatan. Pijatan dapat berupa pijatan/massage di
daerah lombo-sacral, pijatan ganda pada pinggul, penekanan pada lutut,
dan counterpressure. Cara lain yang dapat dilakukan bidan diantaranya
adalah: memberikan kompres hangat dan dingin, mempersilahkan ibu untuk mandi
atau berada di air (berendam).
Pada saat ibu
memasuki tahapan persalinan, bidan dapat membimbing ibu untuk melakukan
teknik self-help, terutama saat terjadi his/kontraksi. Untuk mendukung
teknik ini, dapat juga dilakukan perubahan posisi: berjalan, berlutut, goyang
ke depan/belakang dengan bersandar pada suami atau balon besar. Dalam
memberikan asuhan kebidanan, bidan dapat dibantu dan didukung oleh suami,
anggota keluarga ataupun sahabat ibu. Usaha yang dilakukan bidan agar ibu tetap
tenang dan santai selama proses persalinan berlangsung adalah dengan membiarkan
ibu untuk mendengarkan musik, membimbing ibu untuk mengeluarkan suara saat
merasakan kontraksi, serta visualisasi dan pemusatan perhatian.
Kontak fisik
yang dilakukan pemberi asuhan/ bidan dan pendamping persalinan memberi pengaruh
besar bagi ibu. Kontak fisik berupa sentuhan, belaian maupun pijatan dapat
memberikan rasa nyaman, yang pada akhirnya dapat mengurangi rasa nyeri saat
persalinan. Bidan mengajak pendamping persalinan untuk terus memegang tangan
ibu, terutama saat kontraksi, menggosok punggung dan pinggang, menyeka
wajahnya, mengelus rambutnya atau mungkin dengan mendekapnya.
8. Penjahitan
Perineum (jika diperlukan)
Proses kelahiran bayi dan placenta
dapat menyebabkan berubahnya bentuk jalan lahir, terutama adalah perineum. Pada
ibu yang memiliki perineum yang tidak elastis, maka robekan perineum seringkali
terjadi. Robekan perineum yang tidak diperbaiki, akan mempengaruhi fungsi dan
estetika. Oleh karena itu, penjahitan perineum merupakan salah satu kebutuhan
fisiologis ibu bersalin. Dalam melakukan penjahitan perineum, bidan perlu
memperhatikan prinsip sterilitas dan asuhan sayang ibu. Berikanlah selalu
anastesi sebelum dilakukan penjahitan. Perhatikan juga posisi bidan saat
melakukan penjahitan perineum. Posisikan badan ibu dengan posisi litotomi/dorsal
recumbent, tepat berada di depan bidan. Hindari posisi bidan yang berada di
sisi ibu saat menjahit, karena hal ini dapat mengganggu kelancaran dan
kenyamanan tindakan.
9. Kebutuhan
akan Proses Persalinan yang Terstandar
Mendapatkan pelayanan asuhan
kebidanan persalinan yang terstandar merupakan hak setiap ibu. Hal ini
merupakan salah satu kebutuhan fisiologis ibu bersalin, karena dengan
pertolongan persalinan yang terstandar dapat meningkatkan proses persalinan
yang alami/normal.
Hal yang perlu disiapkan bidan
dalam memberikan pertolongan persalinan terstandar dimulai dari penerapan upaya
pencegahan infeksi. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan dengan
menggunakan sabun dan air mengalir dapat mengurangi risiko penularan infeksi
pada ibu maupun bayi. Dilanjutkan dengan penggunaan APD (alat perlindungan
diri) yang telah disepakati. Tempat persalinan perlu disiapkan dengan baik dan
sesuai standar, dilengkapi dengan alat dan bahan yang telah direkomendasikan
Kemenkes dan IBI. Ruang persalinan harus memiliki sistim pencahayaan yang cukup
dan sirkulasi udara yang baik.
Dalam
melakukan pertolongan persalinan, bidan sebaiknya tetap menerapkan APN (asuhan
persalinan normal) pada setiap kasus yang dihadapi ibu. Lakukan penapisan awal
sebelum melakukan APN agar asuhan yang diberikan sesuai. Segera lakukan rujukan
apabila ditemukan ketidaknormalan.